judul pertama : 2013 Perekonomian Sumut Masih Hadapi Tantangan Global
MEDAN (Berita): Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IX
Sumatera Utara-Aceh Naser Atorf menegaskan berbagai tantangan yang kita
hadpi tahun 2013 nanti tidaklah mudah karen aperekonomian global masih
diliputi ketidakpastian dan masih akan membayangi dinamika perekonomian
Sumut ke depan.
Nasser mengungkapkan hal itu pada pertemuan tahunan perbankan di lantai 9
Gedung BI Jalan Balai Kota Medan kemarin. Hadir di sana Wakil Wali
Kota MEdan Dzulmi Eldin dan kalangan perbankan di daerah ini. Menruut
Nasser, berbagai tantangan juga masih akan menghadang upaya menjaga
inflasi di Sumut. Ancaman perubahan iklim, khususnya potensi kekeringanb
di negara
penghasil pangan utama dunia diperkirakan dapat berpengasruh terhadap
inflasi Sumut tahun 2012. Upaya peningkatan stabilitas prodduksi secara
internal yang berkesinambungan, pembenahan infrastruktur distribusi dan
pembenahan tata niaga menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan.
“Namun kami yakni dengan koordinasi yang solid antara BI, Pemdas, dunia
usaha dan kalangan perbankan serta seluruhstakeholder terkait di Sumut,
kita dapat menghadapi tantangan tersebut,” katanya. Ekonomi Nasional
Optimis Sementara itu, Gubernur BI Darmin Nasution dalam pidatonya pada
pertemuan tahunan perbankan di Jakarta yang dibacakan Nasser jutsru
sebaliknya menyebut kalau ekonomi nasional tahun 2013 tetap optimis.
“Meski tantang ekonomi global terus belangsung, namun prospek
perekonomian nasional tahun 2013 tetap optimis karena beberapa parameter
pendukung ekonomi teruji stabil,” tegas Darmin. Ekonomi 2013 optimis
karena kita memiliki modal dasar yakni perekonomian teruji stabil,
permintaan domestik dengan basis kelas menengah yang tengah tumbuh serta
ketersediaan ‘policy space’ yang cukup untuk meredam risiko global.
“Ketiga basis kekuatan ekonomi kita tersebut akan tetap menumbuhkan
keyakinan pelaku ekonomi sehingga dapat menjadi daya dorong bagi
berlanjutnya proses akumulasi modal,” katanya. Dengan prognosa itu dan
juga dukungan belanja modal pemerintash yang meningkat, maka Nasser
memperkirakan laju pertumbuhan investasi masih akan meningkat ke
111,6%-12,0% pada tahun 2013.
Investasi yang meningkat mampu menjaga kekuatan daya beli masyarakat
sehingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahumn 2013 dapat
dipertahankan pada tingkat 5,0%-5,4%. Sedangkan ekspor diperkirakan akan
tumbuh 5,4%-5,8%. “Dengan basis-basis pertumbuhan domestik yasng dpat
semakin dimantapkan maka kami optimis perekonomian nasional tahun 2013
akan tumbuh 6,3%-6,7%,”
- Judul kedua : Awas, Indonesia Bisa Tertular Gejolak Ekonomi Global
WE.CO.ID - Perekonomian Indonesia dapat tertular krisis yang terjadi di
Amerika Serikat (AS) dan Eropa jika para pejabat politik dan ekonomi
terlambat mengambil keputusan yang tepat menghadapi ancaman penularan
tersebut.
Pasar modal dan pasar uang dapat menjadi pembuka terjadinya gejolak
ekonomi yang berlanjut ke krisis ekonomi jika tidak ada penanganan cepat
dan tepat. Tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpuruk
tak terkendali hingga menembus Rp16.000 per dolar AS.
Sementara pada tahun 2008, perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia
(BEI) sempat dihentikan selama beberapa hari karena indeks harga saham
gabungan (IHSG) yang terus turun sehingga merugikan investor.
Depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga
terjadi beberapa hari terakhir. Nilai tukar rupiah yang sebelumnya di
posisi sekitar Rp9.500 per dolar AS melemah hampir mendekati Rp10.000
per dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu
sore (12/6) bergerak melemah sebesar 20 poin menjadi Rp9.858 dibanding
sebelumnya di posisi Rp9.838 per dolar AS.
Kondisi serupa juga terjadi pada pasar modal. Pada perdagangan Selasa
(11/6), IHSG BEI ditutup pada level 4.609 poin, terjun bebas jika
dibandingkan dengan posisi 20 Mei 2013 yang mencapai 5.214. Penurunan
harga saham juga terjadi pada sejumlah BUMN yang tercatat di BEI.
Tercatat 10 BUMN yang sahamnya terkoreksi tajam yaitu, PT Bukit Asam Tbk
ditutup Rp11,850 per lembar, turun 23,79 persen dari sebelumnya
Rp15.550 per lembar. Saham PT Telkom turun 18,70 persen menjadi Rp10.000
dari sebelumnya, Rp12,300 per lembar, saham PT Semen Indonesia Tbk
anjlok 18,18 persen menjadi Rp18.700, saham PT Bank BRI merosot 16,93
persen menjadi RP9.450, PT BNI ditutup pada posisi Rp5.400 anjlok 16,67
persen.
Selanjutnya saham PT Bank Mandiri merosot 14,9 persen menjadi Rp10.400,
PT Garuda Indonesia turun 13,56 persen menjadi Rp590, PT Aneka Tmabang
turun 13,53 persen menjadi Rp1.330, PT Jasa Marga turun 23,04 menjadi
Rp6.900, dan PT Timah terkoreksi 12,21 persen menjadi Rp1.310 per
lembar.
Direktur Utama (Dirut) PT BEI Ito Warsito mengemukakan sentimen negatif
yang datang dari negara maju merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi
pasar modal domestik sehingga membuat IHSG mengalami koreksi cukup
signifikan.
"Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi pasar kita datang dari
eksternal, seperti rencana Bank Sentral AS (The Fed) yang akan
mengurangi stimulus ekonominya memberi dampak negatif bagi pasar modal
global, termasuk di Indonesia," ujar Ito Warsito.
Ia menambahkan ekonomi negara-negara Eropa yang juga masih dalam
perbaikan, serta melambatnya ekonomi China menambah sentimen negatif
bagi bursa saham global.
Menurut Ito, sentimen negatif dari dalam negeri juga tetap diwaspadai
seperti melambatnya ekonomi domestik pada kuartal I 2013. Perekonomian
Indonesia pada kuartal I 2013 tumbuh 6,02 persen, melambat dibanding
periode sebelumnya (kuartal IV 2012) yang tumbuh 6,11 persen.
"Kondisi itu juga yang menjadi salah satu pendorong dana asing keluar dari pasar modal," kata dia.
Selain itu, Ito menambahkan masih defisitnya neraca perdagangan
Indonesia menambah sentimen negatif di dalam negeri, hal itu harus
diperhatikan oleh pemerintah.
Sementara itu pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menilai Latif Adam menilai pelemahan rupiah tersebut disebabkan oleh
peningkatan impor dan pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah
maupun perusahaan yang secara umum dilakukan pada pertengahan tahun.
"Ini 'seasonal' (musiman) karena kebutuhan dolar tidak terpenuhi untuk membayar utang luar negeri," katanya.
Selain itu, Latif menjelaskan faktor-faktor lain di antaranya, neraca
perdagangan defisit serta banyaknya investasi portofolio yang menurunkan
"net selling" dalam pasar modal.
"Secara relatif, persaingan pasar modal menurun. Srtukturnya pun diisi pemain asing yang lebih dominan," katanya.
Ia menambahkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi yang tak kunjung diputuskan juga berdampak pada sikap
investor yang cenderung "wait and see".
Menurut dia, langkah intervensi oleh Bank Indonesia (BI) cukup efektif
dalam menangani depresiasi rupiah karena bisa memperbaiki kondisi
psikologis investor sebagai jaminan perlindungan yang memberikan rasa
aman.
"Biarkan saja BI itu intervensi karena memberikan dampak psikologis
kepada investor dan dia merasa aman karena ada semacam perlindungan dari
pemerintah di tengah-tengah gejolak ini," kata Latif.
Sementara itu Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya
melakukan penguatan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas
perekonomian nasional atas dampak-dampak negatif dari sektor domestik
maupun global.
"BI meyakini dengan penguatan kebijakan moneter ini adalah suatu
komitmen BI untuk menjaga stabilitas ekonomi kita," kata Perry Warjiyo.
Perry menyampaikan penguatan kebijakan moneter yang telah dan akan
dilakukan BI, yakni dengan menerapkan bauran kebijakan antara lain, suku
bunga, intervensi rupiah, makroprudensial, Fasbi, dan format Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Selain itu, BI akan melakukan langkah-langkah pendalaman pasar valuta
asing serta rupiah, termasuk pertimbangan untuk pengayaan instrumen
moneter, termasuk di dalamnya memungkinkan term deposit rupiah untuk
diperdagangkan.
Menurut Perry, fokus BI dengan berbagai kebijakan moneter itu adalah
untuk menyikapi tekanan pada sistem keuangan dan pasar modal, serta
mengatasi dan memitigasi kenaikan ekspektasi inflasi maupun nilai tukar
rupiah.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan peran FKSSK akan
terus ditingkatkan dalam menghadapi perkembangan ekonomi global beberapa
hari terakhir ini.
"Dalam menghadapi perkembangan global, kami akan melanjutkan koordinasi
yang semakin baik dalam FKSSK, yang telah teruji selama seminggu ini,"
kata Mahendra.
Mahendra mengatakan empat otoritas yang tergabung dalam FKSSK yaitu
Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) telah melakukan koordinasi untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan. "Kami saling melakukan komunikasi yang
intensif dan koordinasi yang baik, dari masing-masing lini yang
ditangani oleh keempat institusi anggota FKSSK. Dengan demikian kita
bisa saling mengisi dan memperkuat," katanya.
Mahendra menambahkan terkait pengamanan Surat Berharga Negara yang
bergejolak akibat pelemahan di bursa regional, FKSSK juga telah
meningkatkan komunikasi dengan pelaku pasar dan para pemangku
kepentingan.
"Kami juga melakukan pemantauan dan melakukan pembelian surat berharga
negara di pasar sekunder apabila diperlukan dan mengaktivasi mitigasi
krisis pasar surat berharga negara melalui bond stabilization
framework," ujarnya.
Ia juga mengharapkan ada kepastian terkait pembahasan RAPBN-Perubahan
2013 yang menurut jadwal segera disahkan pada Senin (17/6) agar kondisi
perekonomian nasional dapat kembali stabil.
Namun, menurut dia, kondisi ketidakpastian pada kinerja perekonomian
global masih belum menentu dan berpotensi menganggu stabilitas sistem
keuangan hingga tahun depan.
"Untuk itu kehati-hatian perlu dijaga, karena potensi gangguan
stabilitas sistem keuangan dapat muncul sewaktu-waktu," ujar Mahendra.
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyakinkan bahwa
Indonesia dapat melewati gejolak perekonomian yang terjadi akhir-akhir
ini akibat pengaruh kondisi kawasan global maupun domestik.
"Situasi perekonomian kita secara umum dalam keadaan baik, ekonomi kita
dibandingkan dengan 2005 dan 2008 sekarang ini jauh lebih kuat dan
permasalahan yang kita hadapi ini pun Insya Allah dapat kita kelola
dengan baik," kata Presiden Yudhoyono.
Situasi saat ini, menurut Presiden, hampir mirip dengan 2005 sebelum
dilakukan kenaikan harga BBM bersubsidi, dan juga tahun 2008, ketika
dunia dilanda krisis keuangan.
Menurut Presiden, situasi ini salah satunya dipicu oleh kebijakan Bank
Sentral AS atau Federal Reserve Amerika Serikat melalui kebijakan
'quantitative easing' yang berpengaruh terhadap likuiditas global.
Selain itu, menurut Presiden, berdasarkan sejumlah pengamat, publikasi
pertumbuhan ekonomi China kuartal pertama yang melemah dibawah
ekspektasi, tidak memberikan sentimen positif bagi pasar global.
Akibatnya, bursa saham di kawasan merosot diikuti dengan pelemahan nilai
tukar.
Menurut Presiden, pemerintah bersama pihak terkait yaitu, BI, OJK dan
LPS, terus berupaya untuk mengatasi dan mengelola maslah tersebut.
"Sebagaimana saya katakan tadi, Pemerintah, BI, OJK, dan juga LPS, ini
terus bekerja untuk mengelola, dalam forum yang telah dibentuk di negeri
ini FKSSK," kata Presiden. (Ant)
redaksi@wartaekonomi.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar