Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak
kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga
kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh
karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders
dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja
dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan
makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan
yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan
discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya
bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja
atau karyawan.
Sebagai bagian dari
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama
pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara,
tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan
dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia
itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta
perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain
yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada
pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main
dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut
untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang”
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual
pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat
ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan,
pemberian latihan keterampilan, dll.
Perkembangan dalam
etika bisnis dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut : 1) Situasi
Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf
Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama
dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus
diatur, 2) Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility, 3) Etika Bisnis Lahir di AS tahun
1970-an : sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis
di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS, 4) Etika Bisnis Meluas ke
Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara
akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business
Ethics Network (EBEN), 5) Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an :
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di
seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics,
and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional
mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan
integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa
kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat
diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak
akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis,
dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau
nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa
memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
1. Lingkungan
Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan
menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya
Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan
melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari
sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap
karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. "Nada di
atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan.
Nada positif dapat membantu karyawan menjadi
lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada
negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian
atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh
keadaan perekonomian setempat.
Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming,
karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja
cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang
sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja
yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa
karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor
pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat
oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang
karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya
mungkin juga seperti itu. Ini adalah
kasus hidup sampai harapan. Namun, jika
perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan
lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika
dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi
didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku
etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan
berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri
yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak
termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar
uang.
2. Kesaling
Tergantungan Adalah Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang
harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita
berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim
dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan,
egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya
memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika
manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu
keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu
membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah
dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan
telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal
adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah
iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah
meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang
rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis
bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang
dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata,
maka proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris,
Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan
untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis
dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati
peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik.
Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa
ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan
ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan
lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai
manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam
itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya
lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh
dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena
kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi
merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan
tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa
manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan
peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat
senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di
dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat
menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena
merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi
kepada negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang
gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan
kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan
kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya
akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam
misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian
umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan
yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering
mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan
yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas
transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan
eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan
anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo
tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita
harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara
kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita
harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak
kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai
bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum
cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk
hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki
kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan
dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan
seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan
mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong,
kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin
meluas di
masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas 4
sampai ke
daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur,
korupsi yang
sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi
adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan
bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan
menghalalkan
segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu
memperkaya
diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan
kelompok.
Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika
dan
nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan
dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah,
pemahaman para
pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih
cenderung pada
sisi "emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks
bisnis itu
sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu
untuk usaha
perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar
konvensional,
meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup
tinggi.
Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa
pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena
pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika
bisnis
berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula,
Keberadaan
etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang
sangat
tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun
seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan
kualitas etika
dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan
terhadap
pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral
seseorang atau
sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004)
berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya
tidak terlalu
relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah
tertib hukum
pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru
sangat lumrah
di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya
dengan
menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi
membedakan
antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah
etika dan
moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan
wilayah hukum
adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan
di depan
pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami
masalah etika
dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan
moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5
tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan
kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan
melanggar
hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah
korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah
jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian
halnya dengan
masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan
pelanggaran
hak asasi manusia.
Contoh Kasus Sebagai Pelaku Bisnis
Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron
adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat
menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi
ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas.
Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur
teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki
profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi,
akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut
sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik,
mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya
Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan
penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron
kemudian kolaps pada tahun 2001.
4
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis
moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10
tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas
serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di
seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics,
and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang
muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya
dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan
yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan
tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional
perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul
seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan
tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
1.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika Serikat yang selama ini
dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk
displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi
seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik
Good Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang
diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan
aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah
satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut
setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping
terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
Dalam tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran ENRON yang
terjadi di Negara Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan
antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas.
Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak
dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas
bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi.
Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading
commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Enron adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima
ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi
terbesar di AS yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US
$ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard
diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta
Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan
disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus
memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil
presiden Amerika Serikat.
Berikut adalah informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan
hancurnya Enron:
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non
eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik
kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider
trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal
tersebut terungkap kepada public.
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non
eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik
kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider
trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal
tersebut terungkap kepada public.
• Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out
sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit
Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang
di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal
dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP
Andersen.
• Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap
kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan,
mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan
bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron
sebagai klien KAP Andersen.
• Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan
praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan
kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen
pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan
penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi
akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan
triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah
meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya.
CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci
tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense)
sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode
tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu
lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari
transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO
Enron.
• Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan
perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap
bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu
milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan
(retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
• Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk
penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron
(penghambatan terhadap proses peradilan ).
• Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham
Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada
nilainya.
• KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni
2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah
berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
• CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002
akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada
tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
• Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta
US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP
Andersen.
• Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang
Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga
pemerintahan di Amerika.
• tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP
Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan
karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
• KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron
berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang
lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP
Andersen dalam kasus Enron.
• Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang
direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali
citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada
diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk
menyusun manajemen baru.
• tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri
dari jabatannya.
• Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang
bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan
melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci
dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
• tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri
sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni
2002.
• Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen
bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan
triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah
meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya.
CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci
tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense)
sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode
tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu
lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari
transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO
Enron.
Nama
: wanda listiya ningsih
Kelas
: 4eb08
Npm
: 23209367